Sleman, Yogyakarta – Dalam kajian rutin yang digelar di Masjid Walidah Dahlan UNISA, tema kali ini mengupas bab ke-11 dari kitab adab bertajuk Babu Birril Walidil Musyrikin, yakni kewajiban berbuat baik kepada orang tua meskipun mereka dalam keadaan musyrik. Materi tersebut disampaikan dengan penuh penekanan mengenai bagaimana seorang anak tetap wajib menjaga akhlak dan perlakuan baik terhadap orang tuanya, tanpa mengesampingkan ketaatan kepada Allah SWT.

Disampaikan bahwa surah Luqman ayat 15 menjadi pijakan utama dalam pembahasan malam itu. Ayat tersebut menjelaskan bahwa jika orang tua memaksamu untuk menyekutukan Allah, maka tidak boleh ditaati, namun tetap harus diperlakukan dengan baik. Kasus nyata di masa Rasulullah SAW, yakni kisah Sa’ad bin Abi Waqqas yang diancam ibunya karena memeluk Islam, menjadi ilustrasi utama bagaimana seorang anak tetap menunjukkan kebaikan meskipun berbeda keyakinan.

Lebih jauh, kajian juga menyoroti pentingnya takwa dalam menyikapi pembagian harta, seperti tercermin dalam surah Al-Anfal ayat pertama. Ditekankan pula bahwa berinfak tidak boleh berlebihan hingga mengabaikan hak keluarga. Rasulullah SAW menyarankan maksimal sepertiga dari harta untuk disedekahkan. Dalam konteks sosial masa kini, hal ini disebut relevan untuk perencanaan keuangan dan warisan yang adil.

Kajian kemudian ditutup dengan pesan moral dari Al-Mumtahanah ayat ke-8 dan kisah Asma binti Abi Bakar yang menunjukkan bahwa ketika orang tua musyrik ingin mengetahui atau mendekat pada Islam, anak wajib tetap menyambung hubungan dan memperlakukannya dengan baik. Dalam kondisi apa pun, Islam tetap menempatkan orang tua dalam posisi mulia yang harus dihormati dan dijaga, selama tidak bertentangan dengan perintah Allah SWT.

“Kebahagiaan orang tua adalah kebahagiaan Allah, dan ketenangan anak adalah buah dari berbuat baik kepada orang tuanya,” demikian ditutup oleh sang pemateri dengan harapan agar para jamaah terus memperbaiki hubungan dengan orang tua, mertua, dan tetangga yang lebih tua.