Sleman, Yogyakarta – Di tengah arus deras digitalisasi dan tuntutan efisiensi dalam dunia bisnis, nilai-nilai spiritual dan etika justru menjadi fondasi yang semakin relevan. Hal inilah yang disampaikan oleh Seto Satriyo Bayu Aji, S.E., M.Ak., CA, dalam kuliah Dzuhur yang diselenggarakan di Masjid Walidah Dahlan, Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, pada Kamis 26 Juni 2025.

Dalam tausiyah singkat namun padat, Seto – yang juga dosen dan praktisi akuntansi – menyoroti pentingnya mengintegrasikan prinsip-prinsip kejujuran, amanah, dan keikhlasan dalam setiap proses pelaporan dan pengelolaan keuangan.

“Akuntansi bukan hanya soal laba dan rugi. Di balik angka-angka itu, ada amanah, ada nilai spiritual yang harus dijaga,” tegasnya.

Membangun Sistem yang Bukan Hanya Akurat, Tapi Juga Berakhlak

Dalam penyampaiannya, Seto menyampaikan bahwa sistem akuntansi saat ini menghadapi tantangan besar: bagaimana menjaga kepercayaan publik di tengah maraknya kasus fraud dan manipulasi data. Ia menekankan bahwa transparansi, audit internal yang edukatif, dan kesadaran moral pelaku bisnis menjadi modal utama.

Ia pun mendorong kalangan profesional muda untuk memandang akuntansi bukan sekadar urusan teknis, tetapi juga sebagai instrumen perubahan sosial.

“Ketika laporan keuangan kita susun dengan jujur, bukan hanya kepercayaan investor yang kita jaga, tapi juga keberkahan dari Allah,” ujarnya.

Keseimbangan Nilai: Profit dan Spirit

Dalam perspektif yang ditawarkan, dunia bisnis hari ini tak bisa lagi hanya mengandalkan efisiensi dan laba semata. Diperlukan kepemimpinan yang menjunjung nilai dan memiliki visi jangka panjang.

Model yang ia sebut sebagai “Akuntansi Berakhlak” ini mengajarkan bahwa:

  • Etika adalah aset tidak berwujud yang nilainya sangat tinggi.

  • Integritas adalah jaminan keberlanjutan organisasi.

  • Transparansi menjadi sinyal kekuatan moral yang membedakan satu entitas dari yang lain.

Relevansi dengan Dunia Industri

Gagasan ini sejalan dengan tren corporate governance global yang mengedepankan environmental, social, and governance (ESG) metrics. Seto meyakini bahwa nilai-nilai spiritual yang disematkan dalam proses akuntansi dapat menjawab tantangan keberlanjutan di sektor bisnis dan pendidikan.

Dari podium sederhana di masjid kampus, lahir ide besar: Akuntansi tidak cukup hanya presisi, tapi juga harus manusiawi. Kultum ini menjadi refleksi bahwa profesionalisme sejati adalah ketika teknis dan nilai mampu berjalan beriringan.