Sleman, Yogyakarta – Perbedaan penetapan waktu ibadah seperti Idul Fitri, Idul Adha, hingga awal Ramadan masih menjadi polemik di kalangan umat Islam. Perbedaan metode hisab dan rukyah kerap membuat waktu pelaksanaan ibadah tidak seragam. Bahkan, ada pula yang menyebut “telepon dari Tuhan” sebagai acuan, memicu kebingungan di masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Muhammadiyah mengambil langkah strategis dengan menginisiasi penggunaan kalender hijriah global tunggal. Inisiatif ini bertujuan menciptakan rujukan resmi yang dapat digunakan secara luas oleh umat Islam di seluruh dunia. Selain untuk memperkuat ukhuwah, kalender hijriah tunggal diharapkan memberikan kepastian dalam beribadah, khususnya bagi generasi muda yang membutuhkan panduan praktis dan konsisten.
Sebagai bentuk konkret, Muhammadiyah telah meluncurkan aplikasi digital yang bisa diunduh melalui Play Store. Aplikasi ini akan mengingatkan waktu-waktu penting dalam kalender hijriah seperti puasa Asyura, awal bulan hijriah, dan hari besar Islam lainnya. Fitur ini dirancang untuk memudahkan umat menjalankan ibadah sesuai syariat Islam.
Kalender hijriah sendiri terdiri dari 12 bulan, dengan empat di antaranya disebut arba’atun hurum—bulan yang dimuliakan: Muharram, Rajab, Zulqa’dah, dan Zulhijah. Di bulan-bulan ini, umat dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh, seperti berpuasa, bersedekah, dan meningkatkan ibadah lainnya. Sayangnya, tidak sedikit umat yang justru mengisi bulan tersebut dengan kegiatan yang tidak sesuai ajaran, bahkan dinilai sebagai bid’ah.
Penetapan waktu ibadah berdasarkan kalender hijriah sangat krusial. Hampir seluruh aktivitas ibadah utama dalam Islam seperti puasa Ramadan, salat Id, haji, hingga kurban, mengikuti sistem kalender ini, bukan kalender masehi. Bahkan, dalam tradisi Jawa, penamaan anak berdasarkan bulan hijriah kelahirannya dulu sangat umum, meskipun kini mulai pudar.
Dengan penguatan kesadaran terhadap penggunaan kalender hijriah secara benar, Muhammadiyah berharap umat Islam dapat lebih mudah mengikuti waktu ibadah yang sesuai syariat. Langkah ini sekaligus menjadi upaya memperkuat keimanan dan mencegah praktik ibadah yang menyimpang dari ajaran Islam.