Pada hari Kamis, 4 ,  Desember 2025, Masjid Walidah Dahlan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta kembali mengadakan Kuliah Dzuhur rutin yang dihadiri oleh mahasiswa, dosen, serta karyawan UNISA. Pada kesempatan kali ini, materi disampaikan oleh Ibu Dinar Mindrati Fardhani, S.P., M.Biotech., Ph.D dengan tema “Islam di Era Bioteknologi.”

Dalam pemaparannya, beliau menyampaikan bahwa ilmu adalah amanah, sebagaimana para ulama terdahulu menekankan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh menjadi alat kesombongan, melainkan harus digunakan untuk kemanfaatan seluruh umat manusia. Seiring pesatnya perkembangan teknologi, terutama dalam bidang bioteknologi, umat Islam dituntut untuk bersikap bijak dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip syariat.

Beliau kemudian menjelaskan salah satu kemajuan terbesar dalam dunia bioteknologi, yaitu teknologi CRISPR—atau yang dikenal sebagai gunting DNA. Teknologi ini ditemukan oleh Emmanuelle Charpentier dan Jennifer Doudna yang meraih Nobel Prize tahun 2020. CRISPR membuka peluang besar dalam bidang pertanian, kesehatan, serta ketahanan pangan. Melalui teknologi ini, para ilmuwan dapat menyunting DNA tanaman secara lebih presisi untuk menghasilkan sifat unggul seperti tahan penyakit, kaya nutrisi, dan memiliki produktivitas tinggi.

Namun tantangan global seperti perubahan iklim, degradasi tanah, meningkatnya kebutuhan pangan, serta pertumbuhan penduduk yang cepat membuat inovasi menjadi kebutuhan mendesak. Tanpa upaya inovatif, manusia dapat menghadapi krisis pangan. Dalam konteks ini, Ibu Dinar menegaskan bahwa Islam sangat memperhatikan urusan keberkahan dan keberlanjutan pangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-An’am ayat 141 yang mengingatkan manusia agar mengelola hasil bumi secara bijak dan tidak berlebih-lebihan.

Lebih lanjut, beliau memaparkan bahwa Islam tidak menolak perkembangan ilmu pengetahuan, bahkan mendorong umatnya untuk meneliti ciptaan Allah. Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah “Iqra”, sebuah seruan untuk membaca, memahami, dan mencari ilmu. Dalam perspektif hukum Islam, rekayasa genetika diperbolehkan selama memenuhi tiga syarat: membawa kemaslahatan, tidak menimbulkan mudarat, dan tidak melibatkan unsur haram. Prinsip-prinsip syariat seperti menjaga kehidupan (hifz an-nafs), keadilan akses, serta menjaga keseimbangan alam juga harus menjadi dasar dalam perkembangan teknologi.